Saat Perempuan Berdaya Lewat Sampah


  • Friday, 03 March 2023 14:30
  • Artikel
  • 0 Berkas di unduh
  • 550x dibaca.

Oleh: Finastri Annisa

Setiap hari Sadiyah dibuat sibuk dengan pekerjaannya menimbang sampah-sampah kardus di depan rumahnya. Kurang lebih tiga tahun ia melakoni kegiatan pilah-memilah sampah di lingkungannya.

Perempuan berusia 46 tahun itu telah menjadi pengurus Bank Sampah Suka Senang sejak November 2019. Bank Sampah Suka Senang dikelola oleh Sadiyah beserta keluarganya yang tinggal di Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Sadiyah bertugas memilah sampah, anaknya menimbang sampah yang sudah dipilah, ayahnya bertugas mengikat sampah, dan suaminya bertugas memindahkan sampah.

Sadiyah menyosialisasikan keberadaan Bank Sampah Suka Senang ke para tetangganya dari pintu ke pintu. Awalnya saat pertama kali berdiri, Bank Sampah Suka Senang hanya memiliki 30 nasabah. Namun kini jumlah nasabahnya sudah mencapai 171 orang pada Januari 2023.

Lambat laun sampah yang dikelola Sadiyah pun semakin banyak. Pada Agustus 2021, total sampah yang dikelola mencapai 72 kilogram. Pada November 2022, total sampah yang telah dikelola Sadiyah bertambah besar hingga mencapai 805 kilogram. Sampah yang dikumpulkan itu tentunya memiliki nilai ekonomi. Para nasabah mencatatkan sampah yang disetorkan ke Bank Sampah Suka Senang di dalam sebuah buku. Mereka lantas bisa menukar dengan uang senilai dengan sampah anorganik yang mereka kumpulkan. Pengambilan uang dilakukan sekali setahun.

Keberadaan Bank Sampah Suka Senang tak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi warga sekitar. Dengan terkumpulnya sampah plastik di Bank Sampah Suka Senang, Kali Cakung yang letaknya berdekatan dengan pemukiman menjadi bersih. Sebabnya sampah plastik yang biasanya dibuang ke Kali Cakung kini dikumpulkan oleh warga untuk disetor ke Bank Sampah Suka Senang yang dikelola Sadiyah.

Tak hanya Sadiyah, Lasminah juga menjadi sosok perempuan yang berdaya lewat sampah. Sudah 10 tahun ia mengelola Bank Sampah Jalak Green Collection (JGC) yang berlokasi di Cipinang Besar, Jatinegara, Jakarta Timur.

Dalam mengelola Bank Sampah JGC, Lasminah bekerja sama dengan warga yang menjadi nasabahnya dengan mengangkut langsung sampah mereka berdasarkan jadwal yang telah ditentukan. Sampah yang dikelola Lasminah tak hanya anorganik. Ia dan pengurus Bank Sampah JGC juga mengelola sampah organik dan mengolahnya menjadi kompos.

Jumlah nasabah Bank Sampah JGC yang dikelola Lasminah mengalami peningkatan pesat. Pada 2022, Bank Sampah JGC hanya beranggotakan 50 rumah. Pada 2023 jumlahnya melonjak menjadi 342 rumah. Lasminah juga memberikan tong komposter kepada anggotanya agar bisa mandiri mengelola sampah organik mereka. Kini warga di lingkungan tempat tinggal Lasminah pun mulai terbiasa mengelola sampah organik serta memilah sampah anorganik.

Sejatinya selain Sadiyah dan Lasminah, masih banyak perempuan yang aktif mengelola bank sampah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perempuan yang menjadi subordinat dalam sistem perekonomian justru menjadi yang pihak yang paling aktif di ujung rantai perekonomian. Mereka mampu membuat sampah yang tadinya tak bernilai menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis dengan memilah dan mengolahnya. Tak hanya itu, aksi mereka dalam mendirikan dan mengelola bank sampah juga menjadi solusi dari tercemarnya lingkungan akibat tsunami sampah plastik.

Sampah Plastik Kian Banyak dan Cemari Lingkungan

Sementara itu dikutip dari situs resmi DPR RI, dalam rapat kerja antara Komisi IV dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada September 2022, disebutkan bahwa jumlah sampah nasional pada tahun itu mencapai 70 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 24 persen atau 16 juta ton sampah tidak diolah sehingga mencemari lingkungan.

Adapun dikutip dari situs waste4change.com, Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Sementara itu di Jakarta tercatat 244,72 ton sampah plastik berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Itu berarti sampah plastik tersebut tidak diolah dan ditumpuk hingga menggunung. Jumlah itu sama dengan 87,52 persen sampah yang beredar di Jakarta setiap harinya. Sisanya hanya 2,99 persen sampah plastik yang didaur ulang. Lalu sebanyak 0,78 persen dipakai untuk sumber energi di PLTSa. Kemudian sebanyak 8,72 persen sama sekali tak tersentuh atau berserakan di sembarang tempat.

Sedianya pemerintah sudah memiliki payung hukum terkait pengolahan sampah khususnya sampah plastik yang kini mencemari tanah dan lautan yakni Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen. Melalui payung hukum tersebut khususnya pada Pasal 6, disebutkan dengan jelas bahwa pengurangan sampah dapat dilakukan dengan daur ulang dan pemakaian kembali sampah.

Pelibatan Perempuan di Bank Sampah

Untuk itu, lewat fenomena banyaknya bank sampah yang didirikan dan dikelola oleh para perempuan, semestinya pemerintah bisa menangkap hal tersebut sebagai peluang dalam menerapkan aturan pada Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019. Para perempuan tersebut bisa dijadikan mitra oleh para produsen atau pemerintah dalam melakukan proses daur ulang lewat bank sampah yang mereka dirikan. Pelibatan perempuan dalam daur ulang sampah juga sekaligus memberdayakan perempuan secara ekonomi. Dengan demikian, perempuan yang selama ini dipandang sebelah mata dalam urusan perekonomian keluarga bisa memiliki andil lewat proses daur ulang sampah ini. Karena itu, menjadi tugas pemerintah serta pemerintah daerah untuk menjabarkan Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019 dengan memberdayakan para perempuan yang sedianya telah sejak lama aktif dalam perekonomian sirkular.

Sumber: