Avatar The Way of Water: Sebuah Pengingat Tentang Bisnis, Exploitasi Alam, dan HAM


  • Thursday, 26 January 2023 09:00
  • Artikel
  • 0 Berkas di unduh
  • 189984x dibaca.

Oleh: Finastri Annisa

Bulan Desember 2022, seluruh dunia kembali menyambut film Avatar 2 yang disutradarai oleh James Cameron. Setelah sukses film Avatar yang pertama pada tahun 2009, Avatar-2: The Way of Water ternyata tidak kalah seru dan juga menyimpan banyak sekali pelajaran berharga soal bagaimana bisnis yang seharusnya berbasis HAM dan lingkungan.

Bagaimana Jalan Cerita Avatar The Way of The Water? Di Avatar yang pertama, Suku Na'vi harus mempertahankan tempat tinggalnya yaitu di Hutan Pandora dari penjajahan manusia bumi yang mereka panggil dengan sebutan “suku langit”. Suku langit datang membawa misi untuk mengambil tambang dan juga berbagai eksploitasi sumber daya alam lainnya.

Berbagai konflik, hingga perang dan kebakaran di hutan pun terjadi. Namun akhirnya Suku Na'vi berhasil mengusir para manusia tersebut di Avatar yang Pertama. Dikisahkan bahwa suku Na'vi tinggal berdampingan dengan alam. Mereka bersahabat dengan hewan-hewan yang ada bahkan tinggal rukun dengan sesama.

Teknologi yang mereka gunakan pun adalah teknologi yang ramah lingkungan dan mengedepankan primordial mereka pada nenek moyang. Mereka begitu menjaga alam dan nilai-nilai luhur dari para pendahulunya.

Di Avatar The Way of Water, dikisahkan bahwa keluarga Jake Sully yang merupakan Suku Na'vi dari Hutan, terpaksa harus pindah dan berlindung pada suku laut. Sayangnya, walaupun mereka sudah berpindah dari hutan ke laut, para suku langit pun tetap datang mengejar dan kembali mengeksploitasi sumber daya di laut.

Kehidupan yang harmonis dan sangat damai ini kembali dirusak oleh kehadiran mereka. Apa tujuan utama Suku Langit datang ke Pandora lagi? Mereka menginginkan sebuah zat yang terdapat dari hewan laut di Pandora untuk digunakan sebagai Anti Aging. Menurutnya, ini bisa membuat manusia tampak muda walau sudah ratusan tahun.

Namun, penelitian dan eksploitasi yang mereka lakukan, justru membuat hewan-hewan tersebut mati dan merusak habitat di laut.

Pelajaran Berharga dari Avatar The Way of Water: Bisnis Korporasi yang Abai akan HAM & Lingkungan:

Rasa-rasanya, alih-alih sebagai film, Avatar The Way of The Water lebih tepat sebagai sindiran. Lebih tepatnya tentang bagaimana isu bisnis dari korporasi yang hanya mementingkan uang, tanpa memikirkan tentang hak asasi manusia, lingkungan, dan segala sumber daya masyarakat setempat yang dimiliki. Lebih jelasnya, berikut adalah tiga hal penting yang bisa kita pelajari.

  1. Masihkah akan Terus Mengeksploitasi Alam & Hewan?

Di film Avatar yang pertama, perusahaan RDA yang berasal dari Bumi datang ke Pandora untuk menambang unobtanium. Mineral tersebut harganya mencapai 20 juta USD per kilogram. Demi mengincar mineral tersebut RDA melakukan segala cara hingga akhirnya mereka kalah dan terusir oleh suku Na’vi dari Pandora.

Namun, RDA kembali datang ke Pandora untuk mengincar kembali sumber daya yang ada di hutan dan di laut. Kali ini mereka mengincar cairan berwarna kuning kental yang diyakini memiliki fungsi sebagai anti aging terbaik untuk manusia. Jika dijual harganya sangat mahal. Demi kepentingan bisnis tersebut, RDA berburu hewan bernama Tulkun (sejenis paus) yang hidup di lautan Pandora. RDA seperti potret korporasi yang banyak terjadi hari ini. Perburuan paus dan hiu di lautan terjadi hingga menjadi perdagangan. Padahal, sebenarnya hiu dan paus adalah hewan yang harus dilindungi.

Bukan saja soal hiu & paus, RDA juga menjadi cermin bahwa kehadirannya mengambil sumber daya alam di Pandora menggunakan cara-cara yang tidak memikirkan tentang HAM dan lingkungan sekitarnya. Bagaimana mereka membakar hutan dengan seenaknya, mengusir suku Na’vi dari tempat tinggalnya, dan seakan-akan bisnis yang dikembangkan adalah berbasis penjajahan bukan saling menguntungkan.

Dikutip dari The Convertation, Indonesia sebenarnya telah memasukkan paus dan lumba-lumba sebagai satwa yang dilindungi dan dilarang untuk diburu. Walaupun sebenarnya, masih ada masyarakat tradisional yang melakukan perburuan untuk menjadi bahan pangan dan konsumsi sehari-harinya.

Di lain sisi, kita juga banyak melihat bahwa seperti yang terjadi pada suku Na’vi, penambangan dan eksploitasi alam yang dilakukan korporasi seperti RDA tidak menguntungkan bagi mereka. Hanya salah satu pihak saja yang mendapat keuntungannya.

2. Kehidupan Masyarakat Pesisir dan Hubungannya yang Sangat Kuat dengan Laut

Avatar The Way of Water, menunjukkan bagaimana kehidupan masyarakat pesisir sangat kuat relasinya dengan laut. Bahkan mereka sangat tergantung dengan sumber daya alam di laut. Mulai dari hewan-hewan yang hidup hingga cara bertahan hidup yang juga menyesuaikan dengan habitat laut. Pada awalnya, kehidupan mereka sangat damai dan sejahtera hingga RAD datang dan memporak-porandakan semuanya. Kehidupan masyarakat pesisir ini juga persis seperti yang ada di Indonesia. Perbuatan manusia yang mengancam masyarakat pesisir dan pulau-pulau terpencil misalnya saja eksploitasi alam dan juga perubahan iklim yang terjadi. Saat keseimbangan sudah hilang, hewan-hewan diburu secara liar, penggunaan teknologi yang sewenang-wenang, maka akibatnya bukan saja pada alam, namun juga kehidupan manusia yang rusak. Menurut laporan USAID 2016, dikutip dari LCDI Indonesia pada 2022, kerusakan dan kehilangan akibat perubahan iklim tertinggi berada pada sektor laut dan pesisir. Semua ini berdampak pada masyarakat yang tinggal di sana. Ancaman tersebut bisa berupa hilangnya mata pencaharian, rusaknya ekosistem, hingga tempat tinggal yang hilang karena tenggelam air laut.

3. Teknologi yang Berkembang Harus Sejalan dengan Kearifan Lokal

Salah satu hal yang sering dilupakan oleh bisnis korporasi adalah penggunaan teknologi yang tidak mempertimbangkan aspek kearifan lokal. Kita bisa melihat seperti di film Avatar, suku asli Pandora berburu ikan dengan teknologi tradisional. Mereka tidak menggunakan kapal-kapal yang mencemari udara dan mengandalkan tombak untuk berburu.

Mereka juga tidak berburu hewan yang dilindungi, malah justru menjaga agar tetap hidup berdampingan dengannya. Setiap masyarakat lokal pasti memiliki keyakinan dan tradisi masing-masing yang harus dijaga dan diikuti.

Cara-cara tersebut memang nampak tradisional, namun sebenarnya mempertimbangkan kearifan lokal dan kepercayaannya pada leluhur. Namun, masyarakat modern atau masyarakat yang datang dari luar, sering kali mengabaikannya bahkan merendahkannya.

Untuk itu bisnis dan korporasi sudah seharusnya mempertimbangkan penggunaan teknologi yang sesuai dengan kearifan lokal. Bagaimanapun masyarakat setempat adalah pemilik asli habitat dan wilayah yang ditinggalinya. Mereka yang tahu secara dalam, apa yang baik dan buruk untuk kehidupannya.

Apa yang Harus Dilakukan?

Dunia saat ini sedang menghadapi tantangan lingkungan di berbagai bidang termasuk perubahan iklim, air, keanekaragaman hayati, serta pola industri, perkebunan, dan pertanian yang saling berhubungan. Selama pembangunan ekonomi negara masih mengandalkan sektor bisnis, maka diperlukan upaya agar perusahaan dapat memahami dan melaksanakan tanggung jawabnya terhadap lingkungan dan sosial.

Dikutip dari artikel INFID sebelumnya, UNGPs mendorong sektor bisnis agar melakukan uji tuntas terkait HAM secara berkelanjutan, terutama dalam membahas dampak kerusakan lingkungan yang berpotensi melanggar HAM dalam aktivitas bisnisnya.

Beberapa yang harus dilakukan menurut UNGPs: Pertama, perusahaan diharuskan untuk mengidentifikasi dan menilai dampak dan potensi merugikan dari aktivitas bisnis mereka, terutama dampak lingkungan terhadap kelompok rentan.

Kedua, temuan yang diperoleh kemudian diintegrasikan dalam pengambilan tindakan yang tepat untuk mencegah dan mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Ketiga, perusahaan selanjutnya perlu melacak keefektifan penanganan dampak HAM dan lingkungan yang telah dilakukan Semoga dari film Avatar-2 dan ulasan ini membuat kita serta semakin banyak masyarakat sadar bahwa persoalan bisnis dan korporasi bukan saja soal untung atau rugi, melainkan mempertimbangkan aspek HAM, lingkungan, dan segala aspek kehidupan manusia lainnya.

Sumber: Putu Liza Mustika (28 Agustus 2019). Perburuan tradisional paus Lamalera bisa lestari Dua langkah awal yang bisa diambil. The Conversation. https://theconversation.com/perburuan-tradisional-paus-lamalera-bisa-lestari-dua-langkah-awal-yang-bisa-diambil-120892

Andi Syahputra (29 Agustus 2022). Loss and Damage Akibat Dampak Perubahan Iklim di Sektor Pesisir. LCDI Indonesia. https://lcdi-indonesia.id/2022/08/29/loss-and-damage-akibat-dampak-perubahan-iklim-di-sektor-pesisir/

INFID (29 Juli 2021). Peran Sektor Bisnis dalam Pembangunan Ekonomi dan Kerangka Kerja Bisnis dan HAM. INFID. https://infid.org/news/read/ham-dan-lingkungan-peran-sektor-bisnis-dalam-pembangunan-ekonomi-dan-kerangka-kerja-bisnis-dan-ham