Jilbab: Persoalan Identitas atau Represifitas?
Oleh: Gesia Nurlita
Program Assistant for Preventing Violent Extremism, INFID
Maraknya kasus pemaksaan jilbab di Indonesia menjadi preseden buruk yang menggerogoti hak-hak perempuan. Deretan kasus tersebut merupakan momok dari peraturan diskriminatif terhadap pakaian dan busana perempuan yang diciptakan oleh pemerintah.
Peristiwa ini tidak hanya terjadi di Indonesia, lebih buruk lagi tahun 2022 pemberitaan media Internasional juga menyorotkan perhatian pada meninggalnya Mahsa Amini, Perempuan muda Kurdistan yang ditangkap dan dianiaya oleh polisi moral Iran. Ia ditangkap karena tidak menggunakan jilbab dengan benar. Ihwal tersebut membuat perempuan Iran geram hingga memunculkan aksi protes turun ke jalan, membakar jilbab, memotong rambut dan menari sambil berteriak ‘Azadi’ (Kebebasan)1. Di negara muslim lainnya seperti Afganistan, perempuan mengalami perubahan drastis terhadap hak dan otoritasnya setelah kembalinya kekuasaan Taliban pada tahun 2021.
Konteks Indonesia tidak bisa dilepas pisahkan dari pengaruh politik negara Islam lainnya. Di masa kepemimpinan rezim Orde Baru, tahun 1982 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan tentang seragam sekolah yang secara tersirat melarang penggunaan atribut agama (penutup kepala/ jilbab)2. Kebijakan ini muncul tiga tahun setelah tercetusnya Revolusi Islam Iran oleh Ayatullah Khomeini yang mewajibkan perempuan untuk berbusana muslimah dan mengenakan jilbab. Peristiwa politik tersebut mencuat di negara-negara Islam lainnya seperti Arab Saudi, Timur Tengah maupun Indonesia. Keadaan tersebut membuat rezim Soeharto di awal tahun 1990-an berbalik arah untuk mencari dukungan dari kelompok oposisi islam politik dengan memunculkan identitas agamanya melalui ibadah haji. Tak berselang lama, di tahun 1991 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan tentang pakaian seragam sekolah dengan menggunakan ‘pakaian khas’ dan memperbolehkan penggunaan jilbab3.
Tekanan sosial dan politik penggunaan Jilbab bagi perempuan di Indonesia setidaknya muncul dalam 2 dekade terakhir. Di awal masa reformasi, banyak gerakan masyarakat sipil yang sebelumnya dibungkam, termasuk kelompok Islam konservatif mulai menampakkan dirinya dan meramaikan keterlibatannya dalam ranah sosial dan politik. Mulai dari otonomi khusus Aceh yang diberikan melalui Dewan Perwakilan Rakyat di tahun 1999. Aceh kemudian mengadopsi peraturan Syariat Islam melalui Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang penerapan syariah dalam aspek aqidah, ibadah dan syiar4. Ihwal tersebut menjadi pemicu atas lahirnya berbagai peraturan daerah di beberapa wilayah Indonesia untuk menerapkan peraturan bernuansa syariah hingga masuk ke dalam institusi pendidikan. Seperti misalnya di Kabupaten Indramayu tahun 2001 dengan peraturan wajib berbusana muslim untuk siswi sekolah, kemudian wilayah Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan beberapa daerah di Indonesia lainnya5.
Dari Simbol Kebebasan Menjadi Ancaman
Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam tidak seperti negara muslim lainnya yang sebagian besar menerapkan ajaran syariat Islam. Indonesia menganut prinsip demokrasi dan pancasila yang menjunjung hak asasi manusia. Seiring berjalannya waktu, setelah reformasi, munculnya peraturan pemerintah daerah memainkan peran signifikan dalam mengikis hak-hak perempuan. Normalisasi penyeragaman penggunaan jilbab di lingkungan sekolah dan instansi pemerintahan memunculkan identitas moral baru bagi perempuan. Salah satu contoh kasus pemaksaan jilbab siswi non-muslim di SMKN 2 Padang menjadi bukti atas peraturan daerah yang diskriminatif melalui Instruksi Walikota Padang No.451.442/BINSOS III tahun 2005 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan hingga Camat dan Lurah se-kota Padang. Instruksi tersebut mewajibkan perempuan/siswi SD, SMP, SMA/SMK untuk menggunakan jilbab.
Menurut Laporan Penelitian International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) tahun 2021, sepanjang tahun 2000-2020 terdapat peraturan daerah yang teridentifikasi intoleran dan diskriminatif, posisi pertama adalah Provinsi Jawa Barat sebanyak 89 peraturan, kedua Provinsi Sumatera Barat (26 peraturan). Berdasarkan penelitian tersebut, pemerintah daerah sebagai lembaga pemerintah yang paling banyak dilaporkan atas maladministrasi diskriminasi sepanjang tahun 2017 – 20216. Pada tahun berikutnya, Komnas Perempuan juga mencatat terbitnya 20 peraturan yang memuat diskriminasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perempuan.
Laporan tahunan Komnas Perempuan menilai bahwa peraturan daerah yang terindikasi melakukan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap perempuan dengan pemaksaan berbusana melalui peraturan daerah menimbulkan kerugian berupa penderitaan psikis perempuan. Ifa Hanifah Misbach, Psikolog perempuan pendamping korban perundungan/pemaksaan jilbab di sekolah menyatakan bahwa korban seringkali mengalami gangguan kesehatan mental menyerupai apa yang disebut sebagai Body Dysmorphic Disorder yaitu gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh kekurangan fisik secara biologis/bawaan sehingga mengalami kecemasan dan menghindari kehidupan sosial. Dalam kasus pemaksaan jilbab yang ia temui, korban memiliki kesamaan dalam terminologi tersebut, namun dalam hal ini jauh lebih kompleks, pasalnya korban mengalami kecemasan terhadap tekanan pemaksaan penggunaan jilbab yang merongrong identitas moralnya7.
Penyeragaman busana/pakaian muslimah di lingkungan pendidikan baik melalui peraturan ataupun imbauan merupakan keputusan yang keliru. Pasalnya hal ini juga dapat menjadi dalih terhadap munculnya kasus kekerasan terhadap perempuan di sekolah, terutama bagi perempuan yang memilih untuk tidak menggunakan jilbab. Laporan Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat kekerasan terhadap perempuan di dunia pendidikan sepanjang 2022 terjadi sebanyak 355 kasus8. Korban seringkali disalahkan karena pakaiannya yang dianggap tidak menutup aurat.
Gerakan Perempuan dalam Melawan Teks Agama yang Tunggal
Pada tahun 2014, Masih Alinejad seorang feminis progresif asal Iran membuat gerakan aktivisme digital bernama My Stealthy Freedom (Kebebasanku yang tersembunyi) untuk melawan aturan wajib jilbab di negaranya. Perlawanan perempuan Iran kemudian tersulut kembali setelah kasus kematian Mehsa Amini terungkap. Slogan Women, Life and Solidarity yang sebelumnya digaungkan gerakan perempuan Kurdistan (Suriah) melawan ISIS muncul kembali di tahun 2022 sebagai aksi Solidaritas yang tersebar di 100 kota di Iran. Seorang aktivis perempuan asal Iran, Shirin Ebadi menyatakan bahwa kematian Amini menjadi momentum terhadap gerakan perlawanan perempuan Iran yang pada masa rezim Khomeini dibungkam dengan sejumlah peraturan syariah dan pembatasan hak-hak perempuan9.
Berbeda dengan konteks di Indonesia, pemaksaan jilbab berjalan terstruktur dan senyap. Ia bersembunyi di balik simbol demokrasi melalui sejumlah peraturan di institusi sekolah negeri dan pemerintahan. Berbagai upaya advokasi oleh aktivis dan pegiat isu pemaksaan jilbab seperti Human Right Watch maupun Komnas Perempuan kepada pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri RI dan Kementerian Agama RI tak menemukan titik terang. Namun, upaya lain juga dilakukan oleh aktivis, intelektual hingga ulama melalui pendidikan kesadaran publik dengan menyebarkan narasi pengarusutamaan gender dan memunculkan wacana re-interpretasi terhadap teks agama yang tunggal.
Pada November 2022, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke II mengangkat tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan” dan terlaksana di Jepara, Jawa Tengah10. Hadirnya KUPI merupakan simbol atas kebangkitan ulama perempuan Islam tradisional dan lahir atas minimnya interpretasi terhadap teks-teks alquran dan hadits yang berpihak kepada perempuan. KUPI berhasil dalam mendialogkan wacana Islam dan Feminisme. Dalam sambutan kongres, Ketua Majelis Musyawarah KUPI, Badriyah Fayumi mengatakan bahwa KUPI berupaya membuat teks agama lebih sesuai dengan konteks dan tantangan realitas sosial di lapangan11.
Kebijakan diskriminatif terhadap perempuan yang sistematik berpotensi terhadap kriminalisasi, kontrol terhadap tubuh perempuan melalui pembatasan hak berekspresi dan keyakinan, serta pembatasan kehidupan beragama yang berdampak pada pembatasan dan pembedaan atas dasar agama. Peraturan diskriminatif tersebut merupakan serangan terhadap hak asasi manusia dalam kebebasan beragama, berkeyakinan, berekspresi dan privasi. UUD 1945 sebagai landasan konstitusi telah menjamin kemerdekaan hak beragama yang semestinya dijunjung dan dihargai. Negara wajib memberikan hak warga negaranya dari untuk bebas atas perlakuan diskriminatif (Pasal 28 ayat 1 dan Pasal 29). Terlebih, Indonesia sebagai negara yang ikut serta dalam ratifikasi Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.
Sumber: Pinterest
Bibliografi:
CNN, 17 September 2023, Protests Erupt in Iran, One Year After Mahsa Amini’s Death https://edition.cnn.com/2023/09/17/middleeast/iran-protests-mahsa-amini-anniversary-intl-hnk/index.html
Human Right Watch, 2021. “Aku Ingin Lari Jauh”: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia”
https://www.hrw.org/id/report/2021/03/18/378167
SK No.100/C/Kep/D 1991 tentang Penyempurnaan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan No. 52/C/Kep/d.82.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2002
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/peraturan/download_file/11e9da000e68353e8c36313733353338/pdf/11e9da000e68331890c2313733353338.html.
Outright Action International, 2016. KRIMINALISASI MERAYAP.
https://outrightinternational.org/sites/default/files/2022-10/KriminalisasiMerayap-ind.pdf.
International NGO Forum on Indonesian Development, 2021. Intoleransi dan Diskriminasi dalam Beragama: Studi Kasus Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Nasional dan Daerah. Hal.150
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan WGWC Talk, 2023. Diskusi Publik “Bukankah Lembaga Pendidikan Harusnya jadi #RuangAmanBagiSemua?”
Komnas Perempuan 2023, Catatan Tahunan “Kekerasan Terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara: Minimnya Perlindungan dan Pemulihan”.
Shirin Ebadi, 28 Desember 2022. The Iranian Feminist Movement… Why and How?, Asharq Al-Awsat.
https://english.aawsat.com/home/article/4067756/iranian-feminist-movement-why-and-how
KUPI, 2022. “Kongres Ulama Perempuan Indonesia II”.
https://kupi.or.id/latar-belakan
KOMPAS, 2022. KUPI Jadi Inspirasi Gerakan Kaum Perempuan di Negara Muslim
https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/11/25/kupi-menginspirasi-gerakan-serupa-di-komunitas-muslim-negara-lain
- Protests Erupt in Iran, One Year After Mahsa Amini’s Death, CNN, 17 September 2023. https://edition.cnn.com/2023/09/17/middleeast/iran-protests-mahsa-amini-anniversary-intl-hnk/index.html
↩︎ - Human Right Watch, “Aku Ingin Lari Jauh”: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia”, 2021, https://www.hrw.org/id/report/2021/03/18/378167. Diakses pada 16 September. 2023.
↩︎ - SK No.100/C/Kep/D 1991 tentang Penyempurnaan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan No. 52/C/Kep/d.82.
↩︎ - “Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2002” https://putusan3.mahkamahagung.go.id/peraturan/download_file/11e9da000e68353e8c36313733353338/pdf/11e9da000e68331890c2313733353338.html. Diakses pada 16 Sep. 2023.
↩︎ - Nursyahbani Katjasungkana & Wieringa, “KRIMINALISASI MERAYAP”, Outright Action International, 2016.” https://outrightinternational.org/sites/default/files/2022-10/KriminalisasiMerayap-ind.pdf. Diakses pada 16 Sep. 2023.
↩︎ - International NGO Forum on Indonesian Development, Intoleransi dan Diskriminasi dalam Beragama: Studi Kasus Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Nasional dan Daerah. 2021. Hal.150
↩︎ - Diskusi Publik “Bukankah Lembaga Pendidikan Harusnya jadi #RuangAmanBagiSemua?”, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan WGWC Talk, 30 Agustus 2023
↩︎ - CATAHU Komnas Perempuan 2023 ↩︎
- Shirin Ebadi, The Iranian Feminist Movement… Why and How?, Asharq Al-Awsat, 28 Desember 2022. https://english.aawsat.com/home/article/4067756/iranian-feminist-movement-why-and-how
↩︎ - KUPI, Kongres Ulama Perempuan Indonesia II, 2022 https://kupi.or.id/latar-belakan
↩︎ - KOMPAS, KUPI Jadi Inspirasi Gerakan Kaum Perempuan di Negara Muslim, 25 November 2022. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/11/25/kupi-menginspirasi-gerakan-serupa-di-komunitas-muslim-negara-lain
↩︎