Sebagai bentuk kontribusi dan komitmennya dalam meningkatkan pelayanan publik selama pandemi Covid-19, INFID telah melakukan dua studi yang didukung oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) melalui program MADANI. Studi pertama yang dilakukan yaitu “Survei Persepsi Warga terhadap Layanan Pemerintah selama Pandemi Covid-19” secara nasional dengan total 221 responden di 34 provinsi bekerja sama dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Studi kedua yaitu “Riset Persepsi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) terhadap Layanan Pemerintah saat Pandemi Covid-19 dan Dampak Pandemi terhadap Kinerja OMS” yang dilakukan terhadap 157 pimpinan OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) nasional dan daerah bekerja sama dengan Tempo Institute.
Program MADANI sendiri merupakan inisiatif dukungan masyarakat sipil selama 5 tahun melalui dukungan dari USAID dan dilaksanakan oleh FHI360 yang dirancang untuk memperkuat akuntabilitas pemerintah dan mendorong toleransi masyarakat Indonesia. USAID MADANI akan memberdayakan OMS lokal agar lebih efektif dengan meningkatkan sistem operasionalnya, memperluas anggotanya serta jangkauan dan relevansi pemangku kepentingan dan membangun cara yang berkelanjutan untuk mobilisasi sumber daya keuangan termasuk dari peserta dan swasta. Saat ini MADANI beroperasi di 32 kota di 6 provinsi (Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan Jawa Tengah).
Untuk menyampaikan informasi kedua hasil studi tersebut kepada publik, INFID melakukan kegiatan diseminasi yang dikemas dalam bentuk webinar pada tanggal 04 Februari 2021 melalui ZOOM dan Live Streaming pada INFID Youtube Channel yang dimoderatori oleh Meuthia Ganie-Rochman (Sosiolog Universitas Indonesia).
Di tengah sesi pembuka, Sugeng Bahagijo selaku Direktur INFID menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam membantu jalannya survei, dan rasa syukurnya terhadap para narasumber dan moderator yang dapat meluangkan waktu untuk memberikan saran, masukan, dan input terhadap hasil survei. Beliau menyatakan survei yang telah dilaksanakan selama Agustus hingga November 2020 penting untuk melihat seberapa jauh layanan pemerintah selama masa pandemi khususnya layanan informasi, layanan kesehatan, dan layanan bansos. Keunggulan dari survei ini jika dibandingkan dengan survei lain yaitu survei melihat seberapa jauh layanan pemerintah, bukan melihat dampak Covid-19 kepada warga. Selain itu, survei ini juga memperlihatkan kondisi real dari seberapa jauh pandemi berdampak kepada komunitas-komunitas OMS Indonesia. Dia berharap survei ini dapat memberi masukan agar kebijakan pemerintah dapat lebih cepat untuk memulihkan keadaan. Beliau menyampaikan catatan personalnya bahwa jika sejak awal kampanye vaksin dilakukan sama kuatnya dengan kampanye tes Covid-19, maka akan ada hasil yang berbeda. Namun, beliau juga menilai kampanye vaksin sekarang jauh lebih baik. Pengarahan informasi yang sistematis juga sangat diperlukan agar tercapainya perubahan perilaku, yaitu 3M dan 3T. Dia juga berharap agar bansos lebih inklusif terutama kepada kelompok rentan seperti lansia, difabel, dan kepala rumah tangga perempuan. Terakhir, beliau berharap USAID dan program MADANI dapat terus membantu agar feedback dari kacamata warga dapat menjadi data atau masukan bagi pemerintah pusat dan daerah.
Hans Antlov selaku Chief of Party MADANI FHI 360 mengawali pembukaannya dengan menyatakan bahwa pandemi Covid-19 merupakan tantangan terbesar selama kehidupan manusia di seluruh dunia. Beliau menyampaikan pentingnya keterlibatan OMS dan masyarakat sipil khususnya di tingkat RT dan RW untuk dapat memulihkan pandemi, tidak hanya mengandalkan pemerintah dan rumah sakit.
Walter L. Doetsch selaku Director Democratic Resilience Governance USAID Indonesia menyatakan survei ini merupakan contoh tepat bagaimana OMS bisa berkontribusi untuk meningkatkan respons Covid-19. Beliau melihat pentingnya temuan survei dan menghargai kerja keras semua jajaran yang telah bekerja untuk peluncuran survei. Survei ini akan meningkatkan efektivitas respons Covid-19 dari pemerintah Indonesia. Beliau menyoroti 3 temuan penting dari survei, yakni 1) pentingnya peran pemerintah daerah dalam menyebarkan informasi Covid-19 dan mendorong keterlibatan warga dalam penanggulangan pandemi, 2) jenis bantuan tunai lebih efektif bagi warga yang kehilangan pendapatannya dibandingkan bantuan makanan, 3) adanya penurunan pendanaan sebanyak 60-90% dari pemerintah daerah kepada OMS lokal yang mempengaruhi OMS untuk melakukan kegiatannya secara efektif. Penyebab penurunan tersebut yaitu realokasi dana saat keadaan darurat Covid-19. Beliau menilai temuan survei yang disampaikan kepada pejabat kementerian merupakan sebuah berita baik. Temuan ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat respons Covid-19 secara nasional. Terakhir, beliau menegaskan dukungan USAID terhadap demokrasi di Indonesia dan menggaris bawahi para OMS dalam menciptakan masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab terbekal dan inklusif serta tata kelola pemerintahan yang efektif. Melalui USAID MADANI, beliau dan tim berupaya menciptakan lingkungan yang memberdayakan keterlibatan dan dampak OMS sejalan dengan tujuan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Indonesia. Tahun ini, USAID memunculkan strategi baru yang dapat memungkinkan mereka untuk terus mendukung upaya Indonesia di isu ini. Beliau juga berharap adanya kerjasama berkelanjutan yang memperkuat landasan untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan di semua sektor, termasuk kesehatan dan tata kelola pemerintahan.
Bona Tua selaku Program Officer SDGs INFID memaparkan laporan hasil survei yang berfokuskan pada layanan pemerintah (mencakup ketersediaan, aksesibilitas/keterjangkauan, dan inklusivitas) dan layanan penanganan pandemi Covid-19 (layanan informasi, layanan kesehatan, dan layanan bantuan sosial atau bansos). Sebelumnya, INFID telah melakukan audiensi dengan pemerintah dan mendapatkan respon yang baik, yaitu akan ada penguatan peran pemerintah daerah dan dukungan untuk OMS. Menurut Bona, riset ini penting sebagai kontribusi masyarakat sipil untuk memberikan input atas evaluasi pelayanan Covid-19. Kekuatan dari riset ini yaitu riset melihat bagaimana pelayanan terhadap warga, bukan dampak Covid-19 terhadap warga. Kedepannya riset juga penting untuk meningkatkan komunikasi informasi kepada kelompok masyarakat yang belum bisa dijangkau di masa euphoria vaksinasi. Poin penting dari hasil survei yaitu layanan informasi dan layanan bansos yang mulai menurun. Pemerintah diharapkan bisa menjangkau informasi kepada kelompok yang memiliki tingkat pendidikan dan akses yang lebih rendah, contohnya pedesaan. Pemerintah juga perlu memberikan informasi yang jelas tentang prosedur cara mendapatkan layanan kesehatan. Akuntabilitas perlu ditingkatkan dengan adanya kontak pengaduan layanan kesehatan dan layanan bansos di seluruh masyarakat dan memaksimalkan RT/RW sebagai pusat layanan informasi. Pendistribusian bansos tunai juga lebih baik melalui rekening pribadi penerima dan aparat RT RW untuk menghindari kontak fisik. Temuan menariknya yaitu keluarga miskin (24%) dan disabilitas (17) menjadi kelompok rentan tertinggi yang tidak mendapatkan bansos. Sekitar 72% OMS Indonesia terdampak negatif selama pandemi dimana program mereka berkurang, teknologi tidak maksimal, dana dari lembaga donor berkurang yang mengakibatkan beberapa OMS harus tutup kantor. Namun demikian, ada 129 OMS yang tetap berkontribusi aktif dalam sosialisasi, edukasi, dan pemberian sembako ataupun APD. Bona memaparkan temuan terpenting dari survei, yaitu lebih dari setengah responden OMS berada dalam fase risky (31%) dan critical (23%) yang didominasi oleh mereka yang bekerja untuk isu toleransi dan lingkungan. OMS yang berada pada fase critical ada di Sumatera sedangkan OMS risky ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Kawasan Indonesia Timur. Di Jawa, mayoritas OMS berada dalam fase secure.
Slamet Soedarsono selaku Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan apresiasinya terhadap jalannya survei dan menilai survei penting untuk penyusunan kebijakan tahap berikutnya. Pandemi menimbulkan efek multidimensional yang berdampak luas kepada masyarakat. Beliau menanggapi survei dengan melihat temuan penting dari survei, yakni 1) keterbukaan dan keterjangkauan informasi menjadi tantangan utama, 2) upaya testing, tracing, dan treatment yang perlu ditingkatkan, 3) data penerima bansos yang perlu perbaikan dan pemutakhiran, dan 4) mayoritas OMS terdampak negatif. Hasil temuan survei juga telah menguatkan kesadaran tentang pentingnya koordinasi, kolaborasi, dan sinergitas antar pemangku kepentingan. Selain itu, partisipasi dan keterlibatan masyarakat yang inklusif dalam urusan implementasi serta evaluasi kebijakan tidak hanya penting untuk menangani pandemi, tetapi juga penting untuk kehidupan bernegara. Dalam penyediaan dan penyampaian informasi penanganan & pencegahan Covid-19 harus terbuka agar dapat mengakses ke seluruh kelompok masyarakat terutama kaum rentan. Dalam upaya meningkatkan rasio testing, tracing, dan treatment, pelibatan masyarakat terutama dari perspektif pasien terhadap tenaga kesehatan perlu ditingkatkan. Perbaikan mekanisme dan pemutakhiran data juga diperlukan dalam mendistribusikan bansos. Beliau juga menuturkan bahwa kehadiran OMS menjadi keseimbangan atau counterbalance di dalam ekosistem demokrasi, sehingga upaya menjaga ketahanan OMS di masa pandemi terutama dari segi pendanaan akan terus didorong dan menjadi komitmen bersama. Fungsi penguatan ketahanan OMS, antara lain : inisiasi Democracy Trust Fund, pembentukan Badan Layanan Umum, inisiasi Swakelola Tipe III, dan pembentukan Komisi Masyarakat Sipil. Menurut beliau, mengatasi pandemi tidak hanya dengan represif tetapi juga preventif. Biaya represif 11 kali lipat lebih mahal dibanding preventif. Beliau menyarankan agar pendanaan untuk OMS harus selalu terjaga mitigasinya. Beliau juga berharap hasil survei dapat menjadi bahan pelajaran semua pihak. Bagi pemerintah, rekomendasi survei menjadi rujukan penting untuk pengurusan kebijakan penanganan pandemi yang berprinsip pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Di tengah upaya pemulihan pasca pandemi, tidak ada jalan lain selain membangun birokrasi yang lebih kuat oleh pemerintah, swasta, OMS, mitra pembangunan, dan masyarakat luas. Melihat peran OMS yang esensial karena independensi, objektivitas, dan kompetensi yang dimilikinya, Bappenas mengusulkan OMS untuk melakukan semacam quick count terhadap data pendistribusian bansos yang sangat dibutuhkan pemerintah saat ini. Penyediaan informasi secara terus-menerus dari OMS kepada pemerintah dan respon pemerintah yang cepat akan menghasilkan kolaborasi yang berkelanjutan.
Yustinus Prastowo selaku Staf Khusus Menteri Keuangan menyampaikan apresiasinya terhadap acara peluncuran survei. INFID, Tempo Institute, dan Lembaga Demografi UI juga sudah melangsungkan audiensi dengan kementerian keuangan dan mendapatkan respon yang baik. Hasil survei dinilai sangat relevan dengan kebutuhan saat ini. Secara umum, beliau merespon hasil survei melihat bahwa pandemi tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga pada ekonomi dan sosial. Dari sisi anggaran, terdapat anomali pada tahun 2020 dan 2021, dimana APBN yang semula defisitnya dibatasi 3% diperlonggar untuk mendanai penanganan Covid-19. Sebanyak 692.5 triliun atau sekitar 4.2% dari APBD dialokasikan, 85%-nya terserap dalam program pemulihan ekonomi tahun 2020 dan sebagiannya lagi digunakan untuk pendampingan UMKM dan vaksinasi di 2021. Beliau menuturkan temuan survei INFID sangat berguna khususnya bagi Kementerian Keuangan dan sudah dikomunikasikan kepada Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan kementerian terkait lainnya. Dari hasil survei, ada hal-hal yang masih perlu penguatan dan pendampingan, antara lain pemahaman masyarakat tentang protokol kesehatan yang tidak seimbang dengan pemahaman tentang bansos, disebabkan adanya asimetri informasi. Ditemukan bahwa informasi bantuan yang paling banyak dipahami masyarakat adalah diskon listrik, sedangkan BLT (Bantuan Langsung Tunai) PKH, bansos, dan Kartu Pra Kerja masih belum maksimal. Tahun ini beliau berharap alokasi dana yang dilakukan lebih awal akan lebih mudah dijangkau karena tidak terlalu banyak skema, lebih mudah diawasi, dan lebih akurat dari sisi penerima. Oleh karena anggaran tahun 2021 yang cukup besar dengan mencapai 619 triliun, maka OMS perlu ikut terlibat. NGO berperan dalam membantu monitoring dan memberikan kritik, masukan, dan kajian kepada pemerintah, untuk itu beliau menyarankan dukungan pemerintah kepada OMS harus diformulasikan dengan baik dengan menjalin kolaborasi. Untuk mengantisipasi pendapatan negara yang tidak bisa terus mengandalkan pinjaman dan pajak di tengah ekonomi yang sedang turun, beliau menganjurkan pemerintah dan OMS untuk memfasilitasi hubungan timbal balik 3 arah antara state, market, dan civil society. Beliau bermaksud mengundang INFID dan NGO lain untuk bekerja sama dengan asosiasi usaha, pemerintah, dan masyarakat sipil.
Menurut Kastorius Sinaga selaku Staf Khusus Menteri Dalam Negeri, hal darurat dari temuan survei adalah adanya ancaman kesinambungan OMS Indonesia yang terdampak Covid-19. Kemendagri telah melakukan regulasi penanganan Covid-19. Beliau menilai kebijakan sudah lengkap, akan tetapi pelaksanaannya yang bermasalah dikarenakan kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan sehingga hubungan pusat, daerah, dan masyarakat menjadi variabel yang diutamakan. Beliau menanggapi temuan dengan mengakui adanya ketimpangan layanan kesehatan bagi pasien Covid-19. Kemudian, pola pencegahan Covid-19 sudah tidak lagi menggunakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), melainkan PPKM (Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). PPKM Jilid II dinilai belum berhasil mengendalikan masyarakat disebabkan oleh penegakan disiplin yang kurang terhadap protokol kesehatan 5M. Beliau menyayangkan kondisi OMS yang merupakan kekuatan dan pondasi negara berada pada zona critical dan risky akibat Covid-19 disaat pemerintah justru sangat membutuhkan peran OMS. Menurutnya, OMS harus : 1) mengubah fokusnya ke arah penanganan Covid-19 dan mendampingi leadership di tingkat pemerintah daerah serta berkolaborasi dan membuat kebijakan baru ; 2) mendorong gerakan Collaborative Governance ; 3) OMS dan lembaga donor me-refocusing program, salah satu contoh program baru yaitu lewat Virtual Exhibition (seperti saat Pilkada menggunakan Virtual Political Campaign). Terakhir, beliau memaparkan upaya pemerintah pusat untuk mendorong pemerintah daerah agar terciptanya Collaborative Governance dengan mengeluarkan surat edaran yang mendorong pemerintah daerah untuk mengajak OMS dalam penggunaan dana Swakelola Tipe III. Menurut beliau, yang menjadi hambatan kolaborasi antara OMS dan pemerintah daerah yaitu 1) adanya persepsi yang belum lengkap di pemerintah daerah tentang OMS, 2) belum ada transfer data atau informasi terbaru dari OMS ke pemerintah daerah, dan 3) komunikasi tentang kebijakan yang masih rendah antara OMS dan pemerintah daerah. Kementerian Dalam Negeri akan dengan senang hati menerima laporan dari OMS jika ada pemerintah daerah yang non-kooperatif.
Di sesi terakhir, Bona Tua mengemukakan beberapa hal yang bisa dipertimbangkan pemerintah terkait OMS. Pertama, OMS memiliki keterbatasan kemampuan dalam pendanaan dan di sisi lain OMS memiliki kekuatan untuk bisa menjangkau kelompok rentan yang tidak terjangkau oleh layanan seperti perempuan, masyarakat adat, nelayan, petani, dan lain-lain. Usulan dana bantuan kepada OMS dalam pandemi bukan sebagai dana hibah OMS, tetapi kemitraan pengadaan barang dan jasa publik untuk penanganan dan pemulihan pandemi. Kedua, INFID mengharapkan kolaborasi dapat membuka ruang publik atau forum komunikasi bagi OMS untuk memperbaiki data dalam bentuk yang konkret seperti kelompok kerja atau dinas dan sektor terkait dengan rapat rutin. Ketiga, INFID juga menginginkan akuntabilitas dari data itu sendiri dengan melibatkan non-pemerintah untuk menciptakan kepercayaan.
Ditulis oleh: Sita Mellia Nur Dewi Masitoh, Program Praktek Kerja, Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto