Upaya Menanamkan Perspektif Gender dan Perlindungan Anak dalam Pendampingan yang Berkelanjutan 

Upaya Menanamkan Perspektif Gender dan Perlindungan Anak dalam Pendampingan yang Berkelanjutan 

Penulis: Sanita Rini, Program Officer for Preventing Violent Extremism INFID
Editor: Intan Bedisa, Communication & Digital Officer INFID

Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Timur dan INFID menggelar pertemuan multistakeholder yang kedua secara luring pada 7 Maret 2024 di Aula BAPPEDA Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Secara khusus, pertemuan kedua ini memiliki tiga tujuan yaitu 1) mempertajam kerja konkret terkait rencana dan prosedur pendampingan yang efektif dan responsif gender terhadap orang atau kelompok orang terpapar paham radikal terorisme, termasuk deportan-returni perempuan dan anak di Jawa Timur; 2) membangun ruang diskusi terkait finalisasi rencana & strategi pendampingan terhadap orang atau kelompok orang terpapar paham radikal terorisme termasuk deportan dan returni perempuan dan anak di Jawa Timur; dan 3) memastikan tugas-tugas pendampingan kolaboratif di setiap intervensi wilayah kabupaten kota berbasis data akurat. Kegiatan ini dihadiri 37 peserta (24 perempuan dan 13 laki-laki) yang berasal dari anggota forum multistakeholder Jawa Timur, Lamongan, dan Sidoarjo. 

Mengawali pertemuan, Ketua PW Fatayat NU Jawa Timur Dewi Winarti menyampaikan bahwa kerja-kerja kolaborasi yang dilakukan di forum multistakeholder sejak tahun 2020 membutuhkan konsistensi dan komitmen tinggi. “Harapannya dengan komitmen yang telah terbangun antara pemerintah dan ormas menjadi daya ungkit yang kuat untuk pelaksanaan rencana tindak lanjut di masing-masing wilayah,” imbuhnya. 

Keterangan: Program Manager HAM & Demokrasi INFID Abdul Waidl (kanan) sedang menyampaikan sambutan dalam pembukaan pertemuan kedua forum multistakeholder. Sumber: Dok. INFID

Program Manager HAM & Demokrasi INFID Abdul Waidl mengapresiasi kolaborasi antara pemerintah provinsi dan masyarakat sipil yang terbangun di Provinsi Jawa Timur. “Sudah saatnya mematangkan forum multistakeholder dan membuat forum ini terus berjalan. Artinya, rencana tindak lanjut bukan hanya kegiatan per lembaga, tetapi bisa menjadi kegiatan besar yang terorganisir dengan baik dalam upaya mengurangi risiko ekstremisme berbasis kekerasan,” jelasnya.

Chief of Party USAID Harmoni Umelto Labetubun menambahkan bahwa di tahun ketiga kolaborasi dengan INFID dilakukan pergeseran paradigma dari deradikalisasi menjadi disengagement. Hal ini disebabkan oleh mandat yang hanya dimiliki oleh beberapa institusi tertentu, sehingga fokus berpindah pada bagaimana mengurangi keterikatan individu terhadap kelompok ekstrimis yang telah terpapar. “Peran masyarakat sipil, termasuk dalam forum multistakeholder, menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa individu yang telah terpapar merasa diterima dan nyaman di lingkungan baru, sehingga tidak lagi tertarik untuk kembali ke lingkungan lamanya yang berpotensi memicu keterlibatan dalam aktivitas ekstremis,” tegasnya. 

Pertemuan ini dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama berupa penambahan pengetahuan terkait upaya untuk menyiapkan pendampingan bagi anggota forum dengan  menghadirkan dua narasumber. Narasumber pertama adalah Kanit Radikalisasi dan Intoleransi Sat Intelkam Polrestabes Surabaya Ipda Ahmad Sari yang menyampaikan pengetahuan sekaligus pengalaman terkait prosedur  pendampingan efektif dan responsif gender terhadap orang atau kelompok orang terpapar paham radikal terorisme termasuk deportan-returni perempuan dan anak di Jawa Timur. 

“Proses penanganan membutuhkan kerjasama dan dukungan serta bantuan dari berbagai lembaga multistakeholder, terutama yang memiliki kepedulian terhadap anak dan perempuan. Hal ini karena aksis terorisme ini berdampak pada istri, anak, dan para korban. Terlebih juga, proses penanganan dan pendampingan membutuhkan biaya yang cukup besar,” ungkap Ipda Ahmad Sari. 

Keterangan: Peneliti PUSHAM Ubaya Dian Noeswantari sedang menyampaikan materi tentang Penguatan Perspektif Gender dan Perlindungan Hak Anak dalam Pendampingan yang Berkelanjutan” pada pertemuan kedua forum multistakeholder. Sumber: Dok. INFID

Narasumber kedua, Peneliti PUSHAM UBAYA Dian Noeswantari menguatkan perspektif gender dan perlindungan anak dalam pendampingan yang berkelanjutan menyampaikan bagaimana melakukan penghormatan, pemenuhan dan perlindungan, serta pemajuan dalam pendampingan. Dalam paparannya, Dian menjelaskan bahwa dalam pendampingan, yang sebenarnya dibutuhkan adalah pendekatan berbasis manusia (people-centered approach), yang menempatkan kemanusiaan sebagai fokus utama atau pendekatan berbasis HAM. Hal ini dapat mengarah pada peningkatan sensitivitas terhadap perlindungan anak, perempuan, dan korban. 

Pada sesi kedua, para peserta melakukan finalisasi rencana tindak lanjut yang telah disusun pada Pelatihan Pedoman Teknis Penanganan dan Pendampingan Deportan dan Returni Perempuan dan Anak yang sebelumnya telah diselenggarakan pada 20-22 Februari 2024. Finalisasi rencana tindak lanjut tersebut mencakup hal penganggaran hingga advokasi kebijakan, serta bentuk kolaborasi di daerah. Selain itu, pembahasan juga mencakup aktivitas yang telah dilakukan oleh pemerintah Lamongan dan Sidoarjo, yakni profiling data calon klien yang akan mereka dampingi, termasuk membahas apa saja kebutuhannya dalam proses tersebut. Pendampingan akan dimulai pada April 2024. 

Keterangan: Anggota forum multistakeholder Lamongan sedang mendiskusikan finalisasi rencana tindak lanjut dan strategi pendampingan di Lamongan. Sumber: Dok. INFID